1.1.1.
Sumber Keuangan:
1) Mandiri:
Caritas Keuskupan Ketapang dalam proses mandiri.Namun kami yakin dengan menguatkan identitas, struktur dan
konteks melalui kerja sama dengan lembaga yang peduli dengan kemanusian, usaha
untuk mengurangi ketergantungan akan semakin kuat.
2) Subsidiaritas(internal
gereja): Sejak berdiri sampai saat ini,
Caritas Ketapangbekerja samadenganKarina dan Lembaga lainmelalui
pelatihan-pelatihan untuk penguatan kapasitaslembaga sejalan dengan mandate yang diberikan uskup.
3) Grant/bantuan
tetap/tidak tetap : Selama dua tahun Caritas Ketapang ditemani oleh Karina dan
Caritas Keuskupan Sibolga menjalankan pendampingan Komunitas dengan metoda
CM(community managed), jangka waktu dua tahun yakni dari tahun 2012-2014,
dengan total budget Rp.1.019.920.000 dan rencana akan diperpanjang dua tahun ke
depan. Menjalinkerja sama dalam kegiatan konservasi hutan yang berbasis
livelihood dengan USAID-IFACS untuk 10
bulan,dengan total budged Rp.1.087.579.000. Ada dana juga dari program Diocese
Accompaniment(DA) Karina untuk waktu 5 bulan, sebesar Rp.28.435.500.
4) Loan/pinjaman:
tidak ada.
1.1.2.
Sumber Tenaga/pekerja
·
SDM terbatas, mereka bekerja berdasarkan kontrak.
·
Staff yang ada adalah staf dengan kontrak kerja setiap 1 tahun diperbaharui sejalan dengan kerja
sama program mitra.
·
Ada 8 karyawan Kontrak yang saat ini bekerja dengan
CKK. Belum ada karyawan tetap yang diangkat CKK.
1.1.3.
Material dan sumberdaya alam lokal
yang tersedia.
·
Sejak tahun 2012 Caritas Keuskupan Ketapang menempati
kantor yang dulunya adalah kantor PSE milik Keuskupan. Segala pemeliharaan kantor
menjadi tanggungjawab Caritas Keuskupan Ketapang.
·
Sumber alam seperti tanah, atau perkebunan belum ada.
Tanah yang ada adalah milik keuskupan.
1.1.4. Besaran
nilai program yang pernah kami jalankan bersama Karina Austria, Rp.1,019.920.000
untuk dua tahun, direncanakan akan diperpanjang 2 tahun kedepan. Yang sedang
kami jalani adalah program konservasi
alam yang masih berhubungan dengan livelihood (mata pencaharian karet), bekerja
sama dengan Usaid-ifacs dengan nilai program sebesar Rp. 1,087.579.000 untuk 10
bulan. Program Deocese Accompaniment dari Karina, Rp.28.435.500, untuk waktu 5
bulan.
1.2.
Relasi Yang Pernah Dilakukan Dengan Pihak Lain
1.2.1.Organisasi
intern keuskupan:
Caritas Keuskupan Ketapang berdiri dengan mandat Uskup
dan berada di bawah payung hukum Yayasan Usaba. Selalu ada kerja sama dengan
Komisi-komisi yang menjadi tangan kanan uskup untuk pastoral pelayanan di
paroki-paroki. Setiap 3 bulan ada pertemuan untuk mengevaluasi kinerja komisi-komisi,termasuk
Caritas Keuskupan.
1.2.2.Organisasi
antar KeuskupanKWI:
Ada kerja sama yang baik ditingkat Regio Kalimantan
walau sebatas pertemuan regio barat dan regio timur. Ada pembelajaran yang baik
melalui sharing-sharing dari caritas-caritas keuskupan, PSE dan KKP. Kerja sama
dengan Regio terjadi dalam penyusunan bahan aksi puasa Kalimatan. Dalam tataran
aksi yang nyata, telah terjalin kerja
sama dengan Caritas Pontianak dalam penyusunan Logframe bersama tentang CMLP,
bahkan terlibat dalam evaluasi bersama yang sangat intensif selama dua tahun.
1.2.3.Kerja Sama Dengan Organisasi Non
Katolik? Sudah dimulai dengan ikut hadir dalam seminar-seminar dan Forum diskusi Group
(FGD)
1.2.4.NGO/LSM.
Kami baru memulai kerja
sama dengan USAID-IFACS dalam program konservasi hutan yang berbasis
livelihood. Jangka waktu program 10 bulan.
1.2.5.Pemerintah.
Membantu KSM dampingan
untuk berelasi dengan dinas-dinas pemerintah agar mendapat pendampingan program.
Maka yang terjadi adalah KSM (kelompok swadaya Masyarakat) mengenali pemangku
kepentingan yang bisa diajak bekerja sama membangun kampong mereka, antara lain
mereka bekerja sama dengan dinas-dinas perkebunan dinas kesehatan.
1.3.
Keberlanjutan.
1.3.1.Potensi
dasar apa yang paling memungkinkan untuk dikembangkan
a.
Ditingkat Lembaga kami masih harus memperkuat dimensi
identitas, struktur managemen, dan mengadakan pemetaan permasalahan. Itulah
potensi dasar yang mendesak untuk dikembangkan.
b.
Ditingkat komunitas, Kemampuan benefiaciaries untuk mengorganisir
diri dan kelompok, adalah yang paling mungkin bisa dikembangkan, baik itu ditingkat
identitasnya, managementnya (kerja
samanya dengan berbagai pihak)) juga ketrampilan serta kemampuan untuk
memetakan persoalan yang dihadapi (profilling).
c.
Memiliki tokoh kunci, dan orang-orang yang sudah mulai faham dan berkomitmen hadir
di tengah komunitas dampingan, menjadi dambaan dalam setiap pemberdayaan yang
menganut prinsip keberlanjutan, akan menjadi potensi dasar yang bisa sangat
dikembangkan.
d.
Kerja sama dengan komisi-komisi ditingkat Keuskupan
dalam hal menyusun program dan kegiatan, dapat menjadi potensi dasar yang bisa
dikembangkan terus menerus.
e.
Dari pihak Gereja juga terpapar hasil sinode yang bisa
menjadi acuan untuk membuat program bersama.
f.
CU (credit union) yang ada di wilayah pedalaman juga
menjadi potensi yang sangat baik untuk memberikan pelatihan pada pengaturan
ekonomi rumah tangga.
g.
Kerjasama dan proses perencanaan yang baik ditingkat
komunitas juga dapat menjadi potensi dasar, karena ada kebiasaan royong
ditingkat komunitas. Adat-istiadat dan kebiasaan hidup orang pedalaman yang sangat bersahabat dengan hutan, juga
dapat menjadi potensi yang bisa dikembangkanuntuk menjaga keutuhan ciptaan
melalui kesepakatan-kesepakatan adat.
h.
Kebiasaan bertanam dengan berpindah setiap lima tahun
(cyclus) menjadi potensi yang baik untuk memelihara kelestarian hutan, minimal
masih ada 5 ha tanah bahkan lebih untuk berladang. Kehidupan dengan
memanfaatkan tanaman hutan juga menjadi potensi yang bisa dikembangkan ke arah
kegiatan kerajinan tangan.
i.
Membangun jaringan dengan pemerintah lokal, paroki,
pemangku adat, merupakan potensi yang baik untuk bisa dikembangkan juga.
1.3.2.
Persoalan dan tantangan yang harus dijawab
a. Di
tingkat lembaga soal kemandirian dalam hal finansial menjadi tantangan yang
harus dijawab. Pendanaan masih sangat
tergantung dari mitra.
b. Dari struktur
managemen kami sangat terbatas dengan SDM, belum memiliki relawan, belum
berpengalaman dalam bidang kerja kemanusiaan.
c. Konteks wilayah yang luas dan perlu dipetakan kembali agar
memiliki peta permasalahan yang akurat.
1.3.3.Strategi
yang dikembangkan.
·
Bekerja dengan data yang akurat dan memetakan
persoalan dapat menjadi strategi yang baik antara lain, assessment.
·
Mengembangkan strategi pendampingan dengan melibatkan
komunitas sejak awal dalam perencanaan hingga akhir (CM).
·
Membangun komitmen ditingkat paroki, menggunakan tahun
katakese dari keuskupan sebagai pintu masuk ke paroki-paroki. Masuk lewat pintu
Hari pangan sedunia (HPS) mensosialisasikan kepedulian gereja akan kedaulatan
pangan.
·
Strategi membangun jejaring dengan komisi-komisi dalam
menyusun program berdasarkan hasil musyawarah pastoral keuskupan; berjejaring
dengan pihak Dinas kesehatan, perkebunan, peternakan dan kehutanan,
memanfaatkan program pemerintahan.misalnya Musrenbang.
·
Musyawarah adat dengan mengangkat kembali nilai-nilai
adat, pengakuan akan hak adat. Bekerja sama dengan komisi adat dan iman
keuskupan
·
Membangun jejaring dengan NGO
· Fundrising
1.3.4.Infrastruktur
yang sudah dimiliki:
· Memiliki
staff/fasilitator yang faham tentang budidaya karet unggul.
· Memiliki
tenaga yang berlatar belakang hukum untuk advokasi
· Memiliki
kantor, identitas,(visi dan misi),code etik lembaga
· Ada
mandat dari Uskup
· Ada
pastor paroki yang bekomitmen
· Pengalaman
pendampingingan dan pembelajaran dengan sistim logframe yang terukur, workplan
dan mekanisme sistim pengaturan keuangan yang transparan dan terdokumentasi.
Metoda CMLP dengan live in.
· Memiliki
jaringan minimal dengan Karina dan Karitas Regio Kalimantan.
1.3.5.Dukungan
yang diharapkan:
·
Staff yang berkomitmen tinggi untuk bekerja
dilingkungan Caritas bukan karena uang/gaji semata mata.
·
Antusiasme pastor-pastor, dewan paroki, umat paroki
untuk membantu dan menggalang kerja sama aksi.
·
Dukungan pastor paroki untuk ikut ambil bagian sebagai
mitra utama untuk wilayah pedalaman dalam mengusahakan relawan dan kegiatan
pemberdayaan komunitas di remote area
·
Dukungan dari pemangku adat, kepala desa, kepala dusun
dalam setiap langkah kegiatan yang berhubungan dengan perdes, perdus yang
dihasilkan kelompok dampingan
·
Karena lembaga ini mendapat mandat dari Uskup, ada
dukungan finansial minimal untuk satu tenaga tetap dari Keuskupan.
·
Dukungan kerja sama dengan Karina, dan caritas-caritas
keuskupan indonesia dalam informasi, penguatan capacity, pelatihan-pelatihan
management.