Caritas Ketapang, “Anak-anak adalah media utama mewariskan tradisi iman”, tegas Mgr.
Pius Riana Prabdi, pada setiap tatap muka, dalam kunjungan pastoral ke paroki
St, Mikael Simpang dua, stasi Keranji, Natai Pemocah,Mentawabiring, Pantan, dan
Sui Dua, Keuskupan Ketapang, 19-23 Juli 2014.
Tiga
hal yang harus difahami dan dibatinkan oleh
umat, pertama bersyukur atas benih iman yang telah diterima melalui
pembaptisan, kedua, merawat dan memelihara dengan tekun melalui doa, melalui
perayaan-perayaan iman, dan ketiga, mewariskannya kepada anak-anak. Ucap Uskup
yang akrab disapa Mgr. Pius dalam setiap kali wejangan bijaknya.
Saya
ingin pengalaman iman yang saya peroleh dari orang tua saya waktu kecil, yaitu
menerima tanda salib di dahi saya dan ibu saya meniupkan nafas ke ubun-ubun
saya sambil mengatakan, “smoga anak-ku
tetap setia mengikuti Kristus”, dapat menjadi tradisi yang dilakukan oleh orang
tua pada anaknya menjelang tidur. Apakah bapak ibu bersedia……dan apakah
anak-anak mau mengingatkan bapak dan ibu kalian, dengan klok… sambil menotok
dahi, mama berkatnya belum……. Nasehat yang disampaikan dengan bahasa yang
sederhana dan mengalir membuat anak anak habis sembahyang berlari-lari kecil,
bilang, romo-romo,klok…sambil ketuk dahi… tanda salibnya dong.
Kunjungan
yang menjadi cita-cita beliau untuk dapat bertemu langsung dengan umat
stasi-stasi menjadi agenda prioritas yang disusun rapi dan selalu
dikomunikasikan kepada setiap pastor paroki pedalaman. Dari 14 stasi Simpang
dua, tinggal 2 stasi yang belum dikunjungi bapak Uskup, yaitu stasi Otong dan
Sibori, stasi kecil saja, ungkap Rm. Ubin pastor paroki Simpang Dua pada acara
pemberkatan gereja st. Lukas Sungai dua yang menjadi pengujung kunjungan Bapak
uskup kali ini.
Meski
letih, Uskup yang menyetir sendiri mobil ke pedalaman melewati jalan-jalan
berlumpur, saat bertemu anak selalu gembira, dan menyempatkan diri bermain dengan anak-anak dan tidak jarang mendengarkan
anak berceitra. Kami terkesima ketikan beliau bertanya ayo hari ini hari apa,
hari apa suster, hari apa anak-anak, …hari bermain, teriak anak-anak sesuka
hatinya… bapak uskup tetap saja meladeni kicau anak-anak.
Ternyata,
hari itu tgl, 23 Juli 2014 adalah hari anak-anak sedunia. Mgr Pius Riana
Prabdi, sosok yang sangat pemperhatikan anak-anak pedalaman, yang memang hampir
sering luput dari perhatian kita, mengajak umatnya untuk mewariskan tradisi
gereja yang baik, seperti memberi tanda salib pada dahinya, ketika lewat di
depan kapel atau gereja,bisikan; itu rumah Tuhan anakku, hal-hal yang sederhana.
Setiap
memasuki kampung ataupun stasi, umat menerima dengan sukacita, dengan tradisi
adat yang kas, menari, disuguhi tuak yang harus diminum, tanda selamat datang
Yang Mulia. Kemudian beliau melewati upacara injak telur dan injak besi
(parang), dibusanai, dan beliau pasrah saja menerima semuanya karena kita
adalah bagian dari tradisi juga. Ucap beliau sambil menari dengan anthusias.
Pada
penutup kunjungan selama 5 hari, beliau memimpin Ekaristi di kapel
Suster-Suster Sang Timur, 23 Juli 2014. Sesudah perayaan kami sempat sharing
bersama, berceritra tentang pengalaman-pengalaman kecil saja. Hadir dalam
sharing tersebut, RD.Made, RD.Ubin, Fr.Frans, katekis Marsel dan 4 suter.Salah satu Suster berceritra, hatiku
terharu bisa hadir berceritra dengan orang kampung, duduk berdoa di kapel stasi
ukuran 4x4 meter, entah kenapa aku bisa kusuk berdoa di tempat yang kayaknya
tidak pernah dipakai, dan dibersihkan. Bukankah Yesus juga hadir di kandang
yang hina, papar Sr. Lusia PIJ.
Itulah
kunjungan Bapak uskup, sederhana saja, tidak spektakuler, karena intinya adalah
berkomunikasi dengan bahasa umat dengan segala situasinya. (md)