sandainya tidak disikat sapi,karetku tumbuh... |
Caritas Ketapang-Semangat para petani karet Siling Pancor Aji Giet Kecamatan Simpang Hulu
benar-benar terpuruk. Pasalnya, sudah tiga tahun mereka belajar mulai dari
seleksi bibit hingga sekolah lapang dalam hal okulasi karet unggul, kemudian
mereka coba tanam dengan sistim 7:3 di lahan milik mereka, sirna dimakan sapi.
Kesaksian ini terungkap dalam temuan-temuan monev midterm Karina – Caritas Ketapang,
Jumat,19/6/2015.
“ini sudah kedua kali tanaman karet kami dimakan sapi, dan kami tidak
berdaya, kami sudah berusaha memagari karet kami, tapi sia-sia" ujar pak
Udeng dalam forum diskusi group di lahan karet milik komunitas SPA Giet.
Udeng mengatakan patut disayangkan justru sapi yang memakan karetnya adalah
sapi milik bapak kepala desa yang berkeliaran bebas di kampung, tidak ada usaha
untuk mengandangkan sapinya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh anggota KSM
Siling Pancor Aji, seperti Pak Lawan anggota yang sangat anthusias meski baru
bergabung, Pak Mungkin, sebagai ketua kelompok dan Pak Atam sekretaris kelompok.
Udeng mengatakan, bila saja pak kades mau mengeluarkan ongkos atau paku,
kami rela untuk membuat kandang sapi untuk beliau, namun kami ragu apakah
beliau menerima ide dan niat baik kami.
“Pak Kades juga adalah toke kami, namun kami sangat berharap beliau juga
bertanggungjawab untuk menjaga mata pencaharian kami, toh karet kami juga jual
ke beliau. Kata Udeng
Namun, kata Mungkin, membuka dialog
dengan pak Kades tidak semudah
itu. SPA sebelumnya harus kompak dan bahu membahu untuk membela kelompok, dan
tidak takut dengan ancaman. SPA tetap harus berlanjut dan tidak putus asa.
"Kekompakan dan keterlibatan kita dalam melindungi diri dan kebun
kitalah yang menentukan apakah KSM ini
mampu menghadapi tantangan," kata Pak Lawan
Lawan mengatakan, saat ini kami sungguh putus asa, karet yang menjadi
satu-satunya mata pencaharian harganya sudah anjlok, sementara kami mencoba
untuk menata kembali dengan cara berkebun yang lebih unggul, diusia ke tiga
tahun kami bergumul dengan karet unggul justru dihantam oleh ternak sapi milik
kepala desa. Oleh karena itu, lanjutnya saya tetap berharap Caritas Keuskupan
Ketapang masih berkenan mendampingi kami.
"Pak Aloysius koordinator lapangan dari CKK menegaskan, siap membantu
mereka yang benar-benar mau membantu diri mereka, melepaskan diri dari
keterpurukan. Karet dan pengetahuan serta ketrampilan ini milik kalian. Kami
hanya pendamping” kata dia.
Inklusi
Caritas Ketapang sebelumnya telah mengadakan SKLP(studi kelayakan livelihood
promotion) bersama komunitas SPA. Dari identifikasi kebutuhan pokok, komunitas SPA
menemukan bahwa penghidupan dari karet adalah sumber matapencaharian pokok
mereka. Maka harus dilindungi, dikembangkan dan dipromosikan. Berkebun karet
merupakan warisan nenek moyang mereka, dan sangat familiar. Tanam tinggal atau
tanam “tepoh” segera harus ditinggalkan.
“Keberanian meniru cara-cara perkebunan sawit, perlu dipelajari terus, agar
kita tidak ketinggalan”, kata pak Lawan bersemangat.
Pak Mungkin selaku ketua kelompok mengatakan, kita juga harus menjadikan
karet sebagai tanaman yang diperlakukan
sama seperti pemerintah memperlakukan kebun sawit sangat istimewa. Kita harus
diberi akses yang sama, kita tidak dibedakan. Pemerintah lewat, pemerintahan desa
harus melindungi perkebunan karet kami, dengan membuat perdes pengandangan
ternak yang berkeliaran bebas. Mudah mudahan pak Camat mendengarkan kami. “Jumlah
kerugian kami sudah cukup besar” imbuhnya.
Team Caritas beserta fasilitator yang terdiri dari Pastor Made, Petrus Apin,
Adiyanto telah mendatangi Bapak Yulianus Camat Simpang Hulu di tempat
kediamannya Balai Berkuak, Senin 22/6/2015 dan menyampaikan keluhan KSM. Beliau berjanji akan
memanggil kepala Desa Merawa, agar menindak-lanjuti usulan anggota SPA yang
juga adalah warganya. Mudah mudahan kelompok yang terinklusi di pedalaman
mendapat perhatian, sehingga kehidupan yang lebih baik tidak menjadi milik
orang orang yang memiliki akses lebih mudah. Semoga. (PA)