evaluasi IBF |
Caritas Ketapang.com – Hasil pendalaman diskusi, atas temuan di lapangan,
di komunitas Tanjung Beulang Ketapang, bersama Karina, Bapak Dony Akur dan ibu Tatik
(fainance officer) menyebutkan ada empat tantangan yang dihadapi Caritas Ketapang dan 4
rekomendasi yang dihasilkan untuk ditindaklanjuti ke depan.
Keempat
tantangan itu adalah: sulit
mendapatkan biji karet matang yang siap digunakan untuk bibit batang bawah
tepat sesuai dengan rencana penyemaian. Perlu
waktu untuk mengubah pola pikir dari budidaya karet tradisional (tanam tepoh =
tanam tinggal) ke budidaya karet unggul. Kesulitan para anggota kelompok
dampingan untuk membagi waktu ketika masuk ke musim menebang, menugal, merumput
dan panen. Musim panen madu hutan, musim gawai (pesta panen, nikah, perta
kampong) dan musim buah. Kemarau panjang telah menyebabkan bibit sayur yang
ditanam kelompok ibu-ibu kering dan mati
"Hasil
temuan-temuan di lapangan bersama komunitas dapat menjadi peluang yang baik untuk mencari solusi, mengambil
pembelajaran, dan menemukan rekomendasi untuk waktu-waktu mendatang, ujar
program officer inisiatif basket fund,
Doni Akur, dalam pertemuan sehari di kantor Caritas Keuskupan Ketapang
Rabu,20/10/2015.
“Perubahan
iklim yang extreem ini berdampak untuk
perubahan musim jatuhnya buah
karet. Biasanya jatuh pada Desember – Januari, yang terjadi jatuh pada Maret.
Kondisi ini menyebabkan praktek okulasi tidak bisa berjalan sesuai dengan yang
sudah kami jadwalkan” ungkap fasilitator Yohanes Budin.
Atas tantangan dan kesulitan tersebut,
beberapa solusi telah diambil seperti yang dituturkan oleh Marselus selaku penanggungjawab program implementor Caritas
Ketapang. Inilah solusi yang telah dilakukan:
· Praktek
okulasi tetap dijalankan namun dilakukan
di sekitar kebun karet anggota dengan memanfaatkan karet local untuk batang
bawah dan mata entresnya dibeli dari luar.
· Pendampingan
dengan metode live in (Tinggal di komunitas dampingan untuk terus menerus
member motivasi dan penyadaran)
· Kegiatan
kelompok dilaksanakan pada sore hari, meski tidak efektif karena mereka sudah
capai.
· Kerja
kelompok diwajibkan sebagai bagian dari kegiatan bersama.
·
Menanam tanaman yang tahan terhadap kekeringan, missal
ubi kayu, jahe, kunyit dan sreh.
Setidaknya ada beberapa pembelajaran yang
sangat berharga yang telah kami terima selama hadir bersama komunitas Tanjung
Beulang ungkap Yohanes Budin dalam pertemuan itu. “Tepat sekali, meski capaian
dan dampak yang dirasakan komunitas tidak berbanding lurus selalu ada
pembelajaran untuk kita” ungkap pak Dony
dengan penuh anthusias. Lebih lanjut beliau menegaskan kepada kami, bahwa dalam
penetapan target (indicator) Caritas agar lebih
realistis dan mempertimbangkan kondisi perubahan iklim dengan cermat.( contoh: CKK menargetkan 4.200 stump, namun
tidak terealisai karena kondisi alam). Jangan lupa mengubah mindset ketergantungan
dalam banyak hal, perlu waktu,
kesabaran, kreativitas dan kehadiran terus menerus (live in) untuk memberikan
contoh secara langsung . Disamping itu lanjut beliau “assessment yang akurat untuk kondisi dan
karakter komunitas dampingan mutlak perlu.
Mencari alternative lahan berkebun sayur yang dekat
dengan sumber air dapat menjadi pembelajaran yang bagus ke depan bila menghadapi
musim kemarau yang berkepanjangan.
“Selanjutnya yang
tidak kalah penting adalah rekomendasi kita ke depan” ungkap Rm. Made. Lebih lanjut beliau
kemudian menegaskan untuk ke depannya, mendesain program harus
didasarkan pada analisa konteks yang mendalam berkaitan dengan kalender musim
di calon komunitas dampingan. Juga Live
In tetap menjadi metode dan ciri
kas Caritas Ketapang dalam pendampingan
bagi komunitas pedalaman. Kriteria pemilihan penerima manfaat perlu dibuat,
sehingga yang menjadi penerima manfaat benar-benar adalah orang yang memiliki
komitmen.(pia,notulist)