Mengapa tanaman hortikultura ?
Kegiatan petani hortikultura lahir bermula dari kegelisahan yang di alami
para petani tradisional di Laman Satong terhadap kondisi ekonomi keluarga yang semakin sulit dan tingginya
tingkat ketergantungan masyarakat dari
suplai bahan pangan (seperti sayur mayur dan buah-buahan ) dari luar.
Atas dasar keprihatinan terhadap kondisi tersebut maka dari
10 penerima manfaat program HEF muncullah kesadaran kolektif sekitar 6 kepala keluarga memulai
usaha tani tanaman muda (hortikultura) yang dikelola secara serius dan menetap.
Transformasi dari system ladang
ke tanaman hortikultura sistim menetap berkelanjutan
Sentra
lokasi tanaman petani berjarak sekitar
8-10 km dari perumahan, yang masih berhutan murni dan tanahnya subur. 6
KK mengawali usahatani hortikultura dengan membuka lahan diawali ditanami padi .
Pasca panen tanaman padi dilanjutkan dengan usahatani tanaman hortikultura
untuk orientasi pasar.
Selanjutnya lahan bekas ladang
tersebut dikelola dengan system intensif dan menetap dengan mengembangkan
komoditas hortikultura yang memiliki
segmen pasar, seperti pisang, jagung, cangkok manis, terong, cabe, tentimun,
dan papaya.
Petani tanaman hortikultura
membuka lahan untuk budidaya tanaman hortikultura 20 tahun lalu, lebih dulu dari perusahaan perkebunan kelapa sawit P. KAL
(Kayong Agro Lestari) dan group PT.
BGA. Masuknya koorporasi
tersebut tak terelakan terjadi “ gesekan”
dengan petani hortikultura tentang rencana ekspansi lahan kelapa sawit.
Kelompok petani hortikultura tidak menjual
lahan dan lokasi tanaman hortikultura mereka kepada koorporasi. “ Lahan
kami hanya ini yang masih ada, luas wilayah di wilayah desa Laman Satong hamper
75% telah dikonversi untuk usaha koorporasi yang berbasis lahan dan hutan,”
unggap ketua kelompok tani hortikultura, pak Paulus Pau, sambil mengenang
perjuangannya mempertahankan lahannya.
Masuknya PT. KAL, sebagai
koorporassi yang mengembangkan kelapa sawit yang berbatasan langsung dekat lokasi petani hortikultura, disamping
berdampak negative, tetapi disisi lain memberikan peluang yang baik bagi
usahatani hortikulura. PT. KAL mempunyai lebih 1000 an karyawan yang tinggal di
perumahan perkebunan.
“Saat ini tentang pemasaran hasil dari
komoditas tanaman hortikultura yang kami budidayakan tidak ada masalah, bahkan
kalau musim panen, dalam satu hari kami dapat ‘meraih’ (menjual) 3 kali ke
konsumen dari karyawan perusahaan dan selalu habis!” ungkap pak Lambat dengan semangat.
Peningkatan Kapasitas dan
pengelolaan petani hortikultura
Sejak Maret 2017 kelompok tani
hortikultura dan kelompok tani tanaman padi di dampingi oleh CKK bekerjasama
dengan HEF(Kedutaan Besar New Zealand). “ Intervensi kita adalah meningkatkan kapasitas petani dalam
mengelola usahataninya agar lahirnya petani yang adaptif terhadap perubahan
kondisi iklim dan sumber daya alam, inovatif dan resilen,” ungkap Markus Oyen,
coordinator program. Berdasarkan data assessment lapangan CKK per Agustus
,income rata-rata per bulan dari
penjualan hasil komoditas tanaman hortikultur berkisar Rp. 1.500.000,- Rp.
3.2500.000,- (MOY)